Dari masa lalu yang sudah tetap sampai masa kini yang
nyata dan masa depan yang belum pasti, seolah-olah waktu mengalir tanpa bisa
ditawar.
Tapi itu ilusi.
Persepsi kita memberitahu bahwa waktu mengalir: yakni,
bahwa masa lalu sudah tetap, masa depan tidak bisa dipastikan, dan realitas
hidup di masa kini. Tapi, berbagai argumen fisika dan filsafat menyiratkan
sebaliknya. Aliran waktu barangkali adalah ilusi. Kesadaran mungkin melibatkan
termodinamika atau proses quantum yang memberi kesan momen demi momen yang
hidup.
SETELAH
ruang ada lagi ruang.
Panjang, lebar dan tinggi, tiga dimensi yang membentuk ruang. Jika ditambah
dengan satu satuan lagi maka akan terbentuk dimensi keempat. Dimensi ”Zona
Quantum” ini dipercaya eksistensinya oleh para pakar fisika teori. Mereka
menyebutnya hyperspace atau hiperspasial.
Ada juga
yang menyebut dimensi keempat ini sebagai dimensi kelima. Ini karena waktu
dianggap sebagai dimensi keempat dalam realita hidup ini. Namun waktu sejauh
ini bersifat linier atau berada pada garis lurus yang tidak akan pernah kembali
lagi. Waktu pun tidak membentuk ruang baru yang bisa ditempati oleh entitas
yang memiliki dimensi (tiga saja tentunya).
Hiperspasial
ini sudah sejak abad 19 dibicarakan para pemikir fisika. Baru pada abad 20
pendapat berbobot mengenai ini dikemukakan oleh ahli matematika Prusia,
Theodore Kaluza. Pada tahun 1919, Kaluza menulis surat kepada Albert Einstein
yang mengungkapkan bahwa seharusnya ada dimensi keempat. Ia memberi alasan
bahwa gravitasi dan radiasi gelombang elektromagnetik merupakan manifestasi
yang sama dari suatu entitas ke ruangan yang sama. Baru tiga tahun kemudian
Einstein membalas surat Kaluza itu dengan persetujuannya.
Bukti
Bagi
masyarakat awam, di luar Einstein dan kawan-kawannya, lebih mudah mengadaptasi
konsep gaib dibandingkan teori fisika yang rumit. Kita hanya akan mengamini
saja ”alam gaib” dimensi keempat itu, cukup hanya percaya bahwa alam itu ada
dan tidak terlihat.
Para pemikir
pun setuju bahwa dimensi keempat tidak bisa dilihat oleh kita yang berada dalam
tiga dimensi. Ini dijelaskan mereka melalui pengandaian keberadaan kita dalam
suatu dimensi. Jika Anda adalah titik dalam suatu garis maka Anda hanya bisa
bergerak dari satu ujung garis ke ujung lainnya. Jadi kesadaran Anda mengatakan
hanya ada dua titik ekstrem dalam dunia Anda. Begitu pula jika Anda berada
dalam dunia dua dimensi, panjang dan lebar. Sebagai titik, Anda bisa bergerak
ke luar, ke daerah lebar dan dari sana Anda bisa melihat dimensi pertama yakni
garis panjang tadi.
Begitu pula
jika berada dalam tiga dimensi di mana terdapat panjang, lebar dan tinggi. Dari
dimensi itu suatu titik bisa bergerak ke berbagai arah dan mengamati satu
dimensi, dan juga dua dimensi serta menyadari adanya tiga dimensi. Ia bisa
melihat bentuk garis, bentuk bidang datar dan bentuk piramida atau kubus. Ini
seperti manusia berada dalam ruang dan melihat benda-benda lain, serta bergerak
untuk mendapatkan perspektif yang berbeda.
Bagi para
pakar teori fisika ini sudah bukti yang cukup. Titik dalam garis yang hanya
menyadari adanya dua ekstrem bukanlah bukti bahwa batasan dunianya hanya garis
saja. Titik dalam bidang datar bukan berarti dunianya hanya panjang dan lebar.
Begitu pula kita yang berada dalam tiga dimensi, bukan berarti tidak ada
dimensi keempat.
Itulah
mengapa gravitasi dan gelombang elektromagnetik, suatu entitas yang ada dan
bergerak di berbagai lokasi ruang, merupakan bukti. Sumber dan sebab gravitasi
dan gelombang elektromagnetik belum diketahui dalam realita ruang tiga dimensi
yang dikenal sekarang.
Titik
pengandaian kita tadi yang berada dalam tiga dimensi bisa bergerak ke dalam dua
dimensi dan ke dalam satu dimensi, titik kita itu bisa menjadi bagian dari
bidang datar atau dari garis lurus. Kita, manusia yang berada dalam ruang tiga
dimensi bisa merangkai diri menjadi garis atau bidang datar. Jadi suatu entitas
yang berada dalam empat dimensi tentu bisa bergerak ke tiga dimensi, atau ke
dimensi yang lebih rendah. Itulah gelombang elektromagnetik dan gravitasi yang
diajukan Theodore Kaluza pada Albert Einstein.
Gurame Gila
Dr. Michio Kaku, profesor fisika teori pada City University di New York
memiliki penjelasan ikan gurame terhadap hiperspasial. Michio Kaku lulus summa
cum laude dalam ilmu fisika dari Harvard pada tahun 1968 dan mendapatkan
doktornya dari Berkeley University tahun 1972. Buku teks untuk tingkat S3
karangannya menjadi bacaan wajib pada laboratorium fisika berbagai universitas.
Michio Kaku
mengandaikan, jika seekor gurame dalam kolam menjadi ilmuwan dan dia mulai
berteori tentang dunia langit di atas dunia air maka tentu saja si gurame ini
akan dibilang gila. Namun ketika hujan turun akan ada lingkaran gelombang
akibat tetes air yang bisa disaksikan dari dalam kolam, dunianya para gurame.
Inilah jalan
untuk pembuktian teori dunia langit atau dimensi di luar dunia yang mereka lihat
itu. Dalam dunia manusia, menurut Dr. Michio Kaku, sinar dan gravitasi
merupakan lingkaran gelombang yang berasal dari dimensi keempat yang bisa kita
buktikan keberadaanya di dimensi kita.
Seperti apa
bentuk hiperspasial masih menjadi perdebatan para pemikirnya. Pada tahun 1926
ahli matematika Swedia, Oskar Klein mengajukan jawaban pragmatis. Menurut dia
dimensi keempat ini bentuknya sangat kecil hingga tidak terdeteksi oleh
manusia. Gabungan unit keruangan seperti itu disebut botol Kaluza-Klein dan menjadi
dasar dari wacana mutakhir yang disebut Teori Benang.
Bayangkan
seekor semut hidup di atas benang. Ia hanya akan mengetahui dunianya di depan
dan belakangnya saja. Jika melihat benang ini secara rinci maka akan terlihat
bagian benang yang menggulung. Di dalamnya terdapat ruang yang tidak akan
disadari oleh si semut. Ruang yang tergulung ini yang disebut hiperspasial
menurut Kaluza dan muridnya Klein.
Ruang
gulungan berupa benang ini jika bergerak akan menghasilkan getaran yang bisa
dirasakan di seluruh ruang. Ini sama dengan dawai digetar dan resonansi suara
bergetar di seluruh ruang. Getar benang hiperspasial ini adalah gravitasi dan
gelombang elektromagnetik.
Kebalikan
dari ruang yang sangat kecil ini adalah ruang dimensi keempat yang sangat
besar. Ini seperti bertolak belakangnya upaya fisika untuk menjelaskan fisika
kuantum dan teori relativitas Einstein. Kuantum berbicara tentang entitas yang
makin mengecil, sedangkan teori relativitas menjelaskan tentang sesuatu yang
sangat besar, seperti galaksi, kuasar, lubang hitam dan teori Ledakan Akbar.
Dalam
hiperspasial, para penghuni dimensi ketiga menjadi tidak sadar karena besar dan
bentuknya yang melengkung hingga yang disadari hanya bidang datar di
sekelilingnya saja. Ini sama seperti pandangan bahwa bumi itu datar bukannya
bulat. Biasanya lengkungan luar biasa besar ini yang menjadi bahan cerita dalam
kisah fiksi ilmiah. Ingat pergerakan Starship Entreprise ke hyperspace dengan
warp speed? Ini pengejewantahan teori menjadi fiksi.
Fiksi atau
ilmiah menjadi dimensi yang tidak berbatas dengan jelas. Jules Verne berkisah
tentang kapal selam dan perjalanan ke bulan seratus tahun sebelum benda ini
berhasil diciptakan dunia ilmu pengetahuan. Einstein berbicara tentang
lengkungan dalam ruang dan waktu yang menghasilkan gravitasi dan gelombang
elektromagnetik dalam Teori Relativitas.
Dimensi
keempat atau hiperspasial sekarang jadi wahana pakar fisika teori untuk
menghasilkan rumus pamungkas yang bisa menjelaskan dari inti atom hingga
terbentuknya alam raya. Rumus ini adalah teori tentang segalanya dan segalanya
adalah penciptaan alam. Jika kita bisa keluar dari keterbatasan pandangan kita
dan melihat dunia luar yang kerap kita sebut gaib, maka pertanyaan besar
tentang kreasi alam mungkin bisa terjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar