Senin, 13
Februari 2012 - Mengapa
waktu berdimensi satu? Tulisan berikut dikutip dari makalah Tegmark berjudul Is
“the theory of everything” merely the ultimate ensemble theory?” yang
memberikan argument mengapa sebuah dunia dengan ruang waktu berdimensi n+m
hanya dapat mengandung mahluk sadar pada dimensi waktu m=1, tidak peduli berapa
jumlah dimensi ruangnya.
Sementara kasus dimana dimensi ruang tidak sama dengan
tiga telah sering dibahas di literatur, kasus dimana dimensi waktu tidak sama
dengan satu. Hal ini sebagian karena korespondensi antara sudut pandang luar
dan dalam lebih sulit dibuat dalam kasus waktu. Ketika mencoba membayangkan
ruang berdimensi 4, kita dapat membuat analogi dengan pembayangan ruang
berdimensi 3 pada dunia berdimensi 2, seperti yang dilakukan Edwin Abbot dalam
novelnya “Flatland”. Namun seperti apa realitas jika ada mahluk sadar yang
hidup di dunia dengan dimensi waktu 2?
Satu hal yang harus dicatat adalah bahkan untuk ruang
lebih dari satu dimensi waktu, tidak ada alas an yang jelas mengapa suatu
mahluk cerdas tidak dapat mempersepsi waktu sebagai berdimensi satu, sehingga
mempertahankan pola memiliki “pikiran” dan “persepsi” dalam sukses satu dimensi
yang mencirikan persepsi realitas kita. Jika suatu mahluk adalah benda
terlokalisasi, ia akan berjalan pada sebuah garis waktu berdimensi waktu satu
lewat manifold ruang waktu berdimensi n+m. Relativitas umum standar mengenai
waktu pantas didefinisikan dengan jelas, dan kita menduga inilah waktu yang
akan diukur jika ia memiliki sebuah jam dan ia akan dialami secara subjektif.
Perbedaan-perbedaan ketika Waktu tidak satu dimensi
Tidak perlu lagi dikatakan, banyak aspek dunia akan
berbeda. Sebagai contoh, penurunan ulang mekanika relativitstik untuk kasus
yang lebih umum ini menunjukkan kalau energy sekarang menjadi vector
berdimensi-m bukannya sebuah konstan, yang arahnya menentukan dimana arah waktu
garis dunia akan berlanjut, dan dalam batas non relativistic, arah ini adalah
konstanta gerakan. Dengan kata lain, jika dua pengamat non relativistic
bergerak dalam arah waktu berbeda bertemu di suatu titik dalam ruang waktu,
mereka akan kembali mengapung terpisah dalam arah waktu terpisah pula, tidak
mampu tetap bertemu.
Perbedaan lain yang menarik, yang dapat ditunjukkan
dengan sebuah argument geometri yang elegan, adalah partikel menjadi kurang
stabil ketika dimensi waktu lebih dari satu. Untuk sebuah partikel agar mampu
meluruh ketika dimensi waktu satu, tidak cukup kalau ada seperangkat partikel
dengan bilangan kuantum yang sama. Juga perlu kalau
jumlah massa diamnya harus kurang dari massa diam partikel asli, tidak peduli
seberapa besar energi kinetiknya. Ketika dimensi waktu lebih dari satu, kendala
ini lenyap. Sebagai contoh,
- Sebuah proton dapat meluruh menjadi satu neutron, satu positron, dan satu neutrino,
- Sebuah elektron dapat meluruh menjadi satu neutron, satu antiproton, dan satu neutrino,
- Sebuah foton dengan energi yang cukup dapat meluruh menjadi partikel apapun bersama antipartikelnya
Selain dua perbedaan ini, akan ada kebalikan dari
“sebab akibat” ketika dimensi waktu lebih dari satu. Memang hal ini tidak
mencegah eksistensi dari suatu mahluk. Lagi pula, kita harus menghindari asumsi
kalau desain tubuh kita hanya satu-satunya yang memungkinkan kesadaran. Elektron, proton, dan foton akan
masih tetap stabil bila energi kinetik mereka cukup rendah, jadi mungkin
pengamat dapat masih hadir di daerah yang cukup dingin di dunia dengan dimensi
waktu lebih dari satu.
Walau begitu, jauh dari trivial untuk memformulasikan
sebuah teori medan kuantum dengan keadaan vakum stabil ketika dimensi waktu
lebih dari satu. Diskusi detail mengenai masalah ketidakstabilan dengan dimensi
lebih dari satu diberikan oleh Linde, juga dalam konteks antropik, dan isu ini
dekat kaitannya dengan sifat ultrahiperbolik.
Ada tambahan masalah untuk mahluk ketika dimensi waktu
lebih dari satu, yang belum pernah ditekankan walaupun hasil matematikanya
diketahui. Ia berangkat dari perlunya prediktabilitas. Jika suatu mahluk mampu
membuat kemampuan mengolah informasi dan kesadaran diri, hukum fisika harus
sedemikian hingga ia dapat membuat prediksi. Dalam kerangka sebuah teori medan,
ia harus mengukur berbagai nilai medan sekitarnya pada suatu titik ruang waktu
yang jauh (yang berada di garis waktu masa depannya) dengan kesalahan tidak tak
terhingga. Hal ini hanya dipenuhi oleh beberapa kelas persamaan diferensial parsial, khususnya yang hiperbolik.
Skema klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial (PDP)
Semua bahan matematik berikut terkenal dengan baik.
Dengan diberikan sebuah persamaan diferensial parsial linier orde kedua dalam Rd,
Dimana matriks A (yang dapat dipandang
simetrik), vector b, dan scalar c memberikan fungsi terdiferensial dari
koordinat d, umumnya ia dapat diklasifikasikan tergantung pada tanda nilai
eigen A. PDP dikatakan
- Eliptik dalam beberapa wilayah Rd jika mereka semua positif atau semua negative,
- Hiperbolik jika satu positif dan lainnya negatif (atau sebaliknya), dan
- Ultrahiperbolik dalam kasus lainnya, yaitu dimana setidaknya dua nilai eigen positif dan setidaknya dua nilai negatif
Apa hubungannya dengan dimensialitas ruang waktu?
Untuk berbagai persamaan medan kovarian alam yang menyatakan dunia kita
(persamaan gelombang, persamaan Klein-Gordon, dsb), matriks A jelas memiliki
nilai eigen seperti tensor metric. Sebagai contoh, ia akan hiperbolik dalam
sebuah metrik dengan signatur (+—), sesuai dengan (n,m) = (3,1), eliptik dalam
metrik dengan signatur (+++++), sesuai dengan (n,m)=(5,0), dan ultrahiperbolik
dalam metric dengan signatur (++–).
Masalah yang Baik dan Buruk
Salah satu masalah klasifikasi standar PDP adalah ia
menentukan struktur sebab akibat, yaitu bagaimana syarat batas harus dinyatakan
untuk membuat masalah yang baik. Singkatnya, masalah dikatakan baik jika
syarat batas menentukan solusi yang unik u dan jika ketergantungan solusi ini
pada data batas (yang selalu linier) terbatas. Syarat terakhir berarti kalau
solusi u pada suatu titik hanya akan berubah dengan jumlah yang terbatas bila
data batas berubah dengan jumlah terbatas pula. Karenanya, bahkan bila sebuah
masalah yang buruk dapat diselesaikan secara formal, solusi ini pada prakteknya
tidak bermanfaat bagi mahluk, karena ia harus mengukur data awal dengan akurasi
tak terhingga agar mampu memberikan tingkat kesalahan terhingga pada solusi
(kesalahan pengukuran apapun akan menyebabkan kesalahan solusi menjadi tak
terhingga).
Kasus Eliptik
Persamaan eliptik memungkinkan masalah bernilai
batas. Sebagai contoh, persamaan Laplace berdimensi d dengan u terspesifikasi
pada hiperpermukaan berdimensi d-1 menentukan solusi dimanapun dalam permukaan
tersebut. Di sisi lain, memberikan data awal untuk PDP eliptik pada permukaan
tak tertutup, katakanlah sebuah bidang, adalah sebuah masalah yang buruk. Ini
berarti suatu mahluk di dunia tanpa dimensi waktu (m=0) tidak akan mampu
membuat kesimpulan sama sekali mengenai situasi di bagian lain ruangnya
berdasarkan apa yang ia amati secara lokal. Dunia demikian akan gagal pada
persyaratan prediktabilitas yang disebutkan di atas (lihat gambar 1).
Kasus hiperbolik
Persamaan hiperbolik, di sisi lain, memungkinkan
masalah nilai awal yang baik. Untuk persamaan Klein-Gordon pada dimensi n+1,
menentukan data awal (u dan u’) pada sebuah daerah hiperpermukaan mirip ruang
menentukan u pada semua titik dimana daerah ini memotong lewat kerucut cahaya
terbalik, sepanjang m2 lebih besar atau sama dengan nol. Sebagai
contoh, data awal pada cakram berarsir pada gambar 2 menentukan solusi dalam
volume yang dibatasi oleh dua kerucut, termasuk ujung (yang hilang). Suatu
mahluk lokal dapat membuat prediksi mengenai masa depannya. Bila masalah yang
dipertimbangkan adalah suhu rendah yang non relativistic, maka medan akan
mengandung mode-mode Fourier dengan bilangan gelombang |k| jauh lebih kecil
dari m, yang berarti kalau untuk semua tujuan praktis, solusi pada suatu titik
ditentukan oleh data awal dalam “kerucut sebab akibat” dengan sudut bukaan jauh
lebih sempit dari 45 derajat. Sebagai contoh, ketika kita menemukan diri kita
dalam sebuah lembah cekung dimana tidak ada kecepatan makro lebih dari 10
m/detik, kita dapat memakai informasi dari hiperpermukaan spasial dengan radius
10 meter (volume bola) untuk meramalkan satu detik di masa depan.
Gambar 2: Struktur kausalitas untuk persamaan
hiperbolik dan ultrahiperbolik
Kasus hiperbolik dengan permukaan hiper yang buruk
Jika data awal untuk PDP hiperbolik dikhususkan pada
sebuah permukaan hiper yang tidak mirip ruang, masalah menjadi buruk. Gambar 2
memberikan pemahaman intuitif mengenai apa yang salah. Sebuah korolari dari
teorema oleh Asgeirsson menyatakan kalau jika kita menyatakan u dalam silinder
seperti dalam gambar 2, maka ini menentukan u sepanjang daerah yang tersusun
dari kerucut ganda terpancung. Dengan radius silinder ini mendekati nol, kita mendapatkan
kesimpulan kalau menyediakan data dalam tujuan praktis daerah satu dimensi
menentukan solusi dalam daerah tiga dimensi. Ini adalah gejala sebuah masalah
yang buruk. Akibatnya adalah kita harus menentukan data input dengan akurasi
tak terhingga, yang tentu saja mustahil dalam kesalahan pengukuran dunia nyata.
Lebih lanjut, tidak peduli berapa sempitpun kita membuat silindernya,
masalahnya selalu ada, karena data di paruh luar silinder ditentukan oleh paruh
dalam silinder. Karenanya mengukur data dalam daerah besar tidak menghapus
sifat buruk dari masalah, karena data tambahan tidak memberikan informasi baru.
Begitu juga, data batas generic memungkinkan tidak adanya solusi sama sekali,
karena ia tidak konsisten. Mudah untuk melihat kalau hal yang sama berlaku
ketika menentukan data “awal” pada bagian permukaan hiper non mirip ruang,
misalnya yang diberikan oleh y=0. Sifat ini analog dengan dimensi n+1, dan
menunjukkan mengapa mahluk dalam ruang waktu berdimensi n+1 hanya dapat
membuat prediksi pada arah mirip waktu.
Kasus ultrahiperbolik
Teorema Asgeirsson berlaku pada kasus ultrahiperbolik
pula, menunjukkan kalau data awal pada sebuah permukaan hiper mengandung arah
mirip ruang dan mirip waktu membawa pada masalah yang buruk. Walau begitu,
karena sebuah permukaan hiper berdasarkan definisi memiliki dimensionalitas
yang kurang satu dari pada manifold ruang waktu (data pada sebuah submanifold
dimensionalitas lebih rendah tidak pernah memberikan masalah yang baik), tidak
ada permukaan hiper mirip ruang atau mirip waktu dalam kasus ultrahiperbolik,
yaitu ketika jumlah dimensi ruang dan waktu keduanya lebih dari satu. Dengan
kata lain, dunia dalam daerah ultrahiperbolik (gambar 1) tidak dapat mengandung
mahluk bila kita memaksa pada persyaratan prediktabilitas. Bersama dengan
persyaratan kompleksitas dan stabilitas, hal ini menghapus semua kombinasi
(n,m) dalam gambar 1 kecuali (3,1). Kita melihat apa yang membuat angka 1
begitu special adalah sebuah permukaan hiper dalam sebuah manifold memiliki
dimensionalitas yang tepat 1 kurangnya dari manifold itu sendiri (dengan lebih
dari satu dimensi waktu, sebuah permukaan hiper tidak dapat murni mirip ruang).
Dimensionalitas ruang-waktu
Telah dibahas mengenai PDP linier. Belum lagi kita
membahas tentang system penuh dari PDP di alam bersifat non linier. Hal ini
tidak melemahkan lesimpulan kita mengenai hanya m=1 yang memberikan masalah
nilai awal yang baik. Ketika PDP memberikan masalah buruk bahkan secara lokal,
dalam sebuah persekitaran kecil permukaan hiper (dimana kita dapat secara
generik mendekati PDP non linier dengan yang linier), jelas kalau tidak ada
suku non linier yang mampu membuatnya menjadi baik dalam persekitaran yang
lebih besar. Begitu juga, menambahkan suku nonlinier membuat masalah baik
justru menjadi buruk.
Dalam teori segalanya yang diajukan Tegmark, ada
struktur matematika dengan eksistensi fisika yang memiliki hukum fisika yang
tepat sama dengan kita namun dimensionalitas ruang waktu berbeda. Tampaknya
kalau semua kecuali dimensi 3+1, tidak memiliki mahluk, atas alasan berikut:
- Lebih atau kurang dari 1 dimensi waktu: prediktabilitas yang tidak cukup
- Lebih dari 3 dimensi ruang: stabilitas tidak cukup
- Kurang dari 3 dimensi ruang: kompleksitas tidak cukup
Sekali lagi, argument di atas tentunya bukan bukti
yang pasti. Sebagai contoh, dalam konteks model tertentu, kita dapat
mempertimbangkan mempelajari kemungkinan struktur stabil dalam kasus (n,m) =
(4,1) berdasarkan koreksi kuantum jarak dekat pada potensial 1/r2
atau pada partikel mirip string. Kita semata berargumen kalau jauh dari jelas
kalau kombinasi selain (n,m) = (3,1) memungkinkan mahluk, karena perubahan
kualitatif yang radikal muncul ketika n atau m diubah.
Memasukkan partikel Tachyonik
Bila ruang waktu berdimensi 1+3 bukannya 3+1, ruang
dan waktu secara efektif akan memiliki peran yang berkebalikan, kecuali kalau m2
dalam persamaan Klein-Gordon akan memiliki tanda terbalik. Dengan kata lain,
sebuah dunia berdimensi 1+3 akan seperti kita hanya semua partikelnya akan
bersifat tachyonik, seperti pada gambar 1.
Banyak keberatan mengenai tachyon telah ditunjukkan
tidak berdasar, namun juga tampak premature untuk menyimpulkan bahwa sebuah
dunia dengan tachyon dapat memberikan mahluk dengan stabilitas dan
prediktabilitas yang dibutuhkan. Masalah nilai awal masih bagus namun
ketidakstabilan baru muncul. Sebuah foton dengan energi manasuka dapat meluruh
menjadi pasangan tachyon-antitachyon, dan peluruhan terlarang lain yang telah
kita bahas juga akan mungkin. Selain itu, fluktuasi dalam medan Tachyon dengan
panjang gelombang diatas 1/m akan tidak stabil dan tumbuh secara eksponensial
bukannya berosilasi. Pertumbuhan ini terjadi pada skala waktu 1/m, sehingga
jika Alam semesta kita mengandung sebuah medan Tachyon dengan m lebih besar
dari 1/(10^17) detik, ia akan mendominasi kepadatan kosmik dan menyebabkan Alam
semesta kembali runtuh dalam big crunch sejak lama. Ini mengapa kotak (n,m) =
(1,3) termasuk bagian yang dikeluarkan dalam gambar 1.
Sumber
Tegmark, M. Is “the Theory of everything” merely the
ultimate ensemble theory? Annals of Physics, 270, 1-51, 1998
Referensi lanjut
G.Feinberg, Possibility of Faster-Than-Light
Particles, Phys.Rev. 159,1089(1967)
L.Asgeirsson, Über eine Mitterwertseigenshaft von
Lösungen homogener linearer partieller Differentialgleichung . Ordnung
mit Konstanten Koefficienten, Math.Ann. 113,321(1936).
J.Dorling, Energy Levels of the
Hydrogen Atom as a Relativistic Clock-Retardation Effect? Am.J.Phys. 38,539(1969).
R.Courant & D.Hilbert, Methods of Mathematical
Physics (Interscience,NewYork,1962).
S.Weinberg, Dreams of a Final Theory
(Pantheon, New York,1992).